Terlalu banyak alasan yang ditawarkan
ataukah pembenaran karena wangi dunia dan hiruk pikuknya masih begitu silau
untuk ditinggalkan ?
Masih begitu mudah kata
nanti, esok dan alasan manis terbungkus kiasan-kiasan yang dilontarkan dengan
nada tak ikhlas, kepayahan, dan dengus bosan dibelakang.
Itu
membelenggumu, kian jelas
racau setan untuk melepas segala perlindungan.
Sementara tidakkah ingat
yang Allah janjikan lebih dari sekedar sepoi nikmat angin berhembus menyentuh
kulit, lebih manis dari sekedar tatapan iri dan lontaran puja puji, lebih
syahdu dari sekedar mendapat perhatian yang tak berdasar ikatan.
Maka nikmat
manakah yang kau dustai ? Terulang
untuk diulang, berkali-kali untuk dipahami, hingga hapal bukan hanya untuk
diucap.
Tidakkah merasa bahwa itu tanya untuk kita
? Untuk tiap inci kulit yang terburai tanpa penutup, untuk tiap bubuk gincu
warna-warni ditingkahi kuas kecil terkembang diatas pipi, untuk tiap helai
rambut nan suci yang tak terhijabi.
Kelak dengan inikah kita
menghadap ? dengan keteledoran dan keacuhan atas segala pinjaman.
Karena Ia mencintai kita.
Karena Ia zat yang mencipta, memberi rasa, raga dan harta hingga kini dengan
segala ciptaNya, tak malukah kita berlenggok membuang muka atas firman Nya juga
nasehat Nabi Sang pembawa risalah cinta ?
Maka nikmat
manakah yang kau dustai ? Seakan
mencubit, menjewer berkali-kali telinga manusia yang masih ribut, kusuk masai
dengan berjuta-juta uang dikeluarkan demi permak sana sini atas maha indah
ketetapan Allah yang telah terjadi. Tanya atas segala tangis karena merasa
kekurangan, keengganan atas begitu banyak aturan.
Ia masih menunggu, mencinta
dan menjaga, tanpa kita ingat, tanpa kita sembah tanpa pernah kita cinta.
Pernahkah ? Jika masih berat untuk menjalankan perintah, jika syirik-syirik
kecil tlah tanpa sadar tengah kita peluk dengan mesra, menyembah dunia,
menyembah kerja, harta dan nilai A semata. Mengorbankah hati, nurani dan kadang
harga diri.
Tidakkah kita merindu titik
temu ? Tidakkah kita rindu lantunan doa dalam sujud syahdu ? Tidakkah segala
kemewahan itu membelenggu, semu dan menjadi sederhana itu nyata, tanpa bisik
cerca yang harus kita sita.
Tidakkah segala ketetapanNya
menjaga, bukan menyiksa ? Karena kita manusia, merindu, menghamba itu kebutuhannya,
hanya kadang harta, rupa dan segala keelokkan dunia mengaburkan jalan menuju
titik temu, tempat kita merindu dan asyik syahdu menghamba. Bersujud dan
terhijab.
-Marlia Alvionita-
0 komentar:
Posting Komentar