![]() |
ilustrasi dari an-najah.net |
Dengan adanya konspirasi Zionisme-Imperialisme ini, jelas perdamaian apapun yang digagas oleh negara-negara Barat pimpinan AS, meski itu melibatkan PBB, adalah perdamaian yang penuh kepura-puraan. Terakhir, peta jalan (road map) yang diprakarsai oleh kwartet AS, Uni Eropa, Rusia dan PBB jelas bernasib sama dengan usulan perdamaian yang lain seperti Konferensi Madrid (Oktober 1991) dan Perjanjian Oslo (September 1993). Berdasarkan peta jalan ini, dijanjikan sebuah negara Palestina yang merdeka pada tahun 2005. Faktanya, hingga tahun 2014 ini, kemerdekaan Palestina masih sebatas mimpi. Bahkan ada kesan, Amerika sebagai penyokong utama institusi Israel, siap untuk terus menghambat kemerdekaan Palestina dan pengakuan dari PBB.
Melihat kenyataan perdamaian yang digagas oleh AS, Eropa, atau PBB selama ini, wajar kalau kemudian banyak pihak yang meragukan niat ‘tulus’ AS dan Israel bagi berdirinya negara Palestina. Bagi banyak elit politik di Israel sendiri, berdirinya negara Palestina yang merdeka adalah menakutkan. Ketakutan akan negara Palestina tampak dari riset yang dilakukan Jhon Edwin Mroz. Dalam bukunya, Beyond Security: Private Perception Among Arab and Israelis, disebutkan bahwa 90% masyarakat Israel secara terbuka menolak pendirian negara Palestina merdeka dan pembentukan militer negara Palestina. Di AS sendiri, kelompok Yahudi tampak tidak begitu setuju terhadap perjanjian damai ini.
AS dan Israel juga punya kartu truf yang selalu berhasil digunakan untuk alasan membatalkan perjanjian dan menyudutkan Palestina, yaitu kegagalan otoritas Palestina membasmi terorisme—sebutan yang sering digunakan untuk aksi intifadhah. Padahal semua tahu, memberangus intifadhah adalah mustahil meski oleh otoritas Palestina sendiri. Sebab, perlawanan intifadhah sudah demikian mendarah daging dalam perjuangan rakyat Palestina. Dukungan rakyat Palestina sendiri terhadap perjuangan intifadhah sangat besar. Intifadhah akan sulit dihentikan selama pemerintah Israel melakukan tindakan terorisme negara terhadap rakyat Palestina.
Karena itu, sulit pula mengharapkan perjanjian damai dengan Israel akan memecahkan persoalan krisis Palestina. Sebab, perjanjian damai selama ini tidak pernah menyentuh persoalan substansial dari krisis berkepanjangan ini. Masalah substansial Palestina sebenarnya adalah perampasan tanah Palestina oleh Israel dengan dukungan Inggris, AS dan PBB. Jadi, keberadaan negara Israel yang didukung oleh Barat itulah yang menjadi pangkal persoalan Palestina dan krisis Timur Tengah. Dengan demikian, selama negara Israel berdiri, persoalan Palestina tidak akan selesai.
Selain itu, perdamaian Israel-Palestina sejatinya merupakan upaya mengulur-ulur waktu dan menghentikan jihad kaum Muslim terhadap Israel. Perdamaian tidak lain hanyalah untuk kepentingan politik masing-masing pihak yang pro perdamaian seperti AS, Inggris, Fatah dan para penguasa Arab. AS dan Israel sangat berharap perjanjian ini akan memperlemah perlawanan jihad rakyat Palestina. Tidak aneh jika AS dan Israel mensyaratkan masalah ini—menghentikan intifadhah—untuk memasuki tahap perundingan berikutnya. AS dan Israel dengan cerdik memanfaatkan otoritas Palestina untuk memberangus jihad ini. Perang saudara sesama komponen Palestina jelas akan memperlemah perlawanan terhadap Israel.
sumber
http://hizbut-tahrir.or.id/2014/07/10/memerdekakan-palestina-mengakhiri-pengkhianatan-kita/
0 komentar:
Posting Komentar